Rabu, 27 April 2016

MODEL ORGANISASI PENYELENGGARA PEMILU: APAKAH MODEL BERPENGARUH TERHADAP LEGITIMASI?

Makalah ini adalah bahan diskusi kelas perkuliahan Organisasi dan Birokrasi Pemilu (29/02), yang membahas tentang Model dan Struktur Penyelenggara Pemilu secara universal.  Pertemuan tersebut merupakan awal dari diskusi mahasiswa terkait dengan pengaruh model organisasi terhadap independensi penyelenggara serta apakah independensi merupakan faktor yang paling utama sebagai asas penyelenggara pemilu?. Materi ini dipresentasikan oleh Wahdi Hafizy, salah satu “warga belajar” kelas TKP dengan pengampu kelas Cornelis Lay dan Muhammad Najib.
Sebagai sarana transisi demokrasi memerlukan institusi yang dapat mengelola dan menghantarkan warga negara untuk dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan demokrasi di setiap negara. Badan Penyelenggara Pemilu (Election Management Body) selanjutnya disebut BPP, yang berintegritas, transparan dan profesional merupakan suatu keniscayaan untuk mencapai tujuan demokrasi.
BPP memerlukan setidaknya dua legitimasi. Pertama, legitimasi konstitusional berupa regulasi/aturan yang mengatur kedudukan, tugas, wewenang BPP secara jelas dalam Konstitusi dan  Undang-Undang. Kedua, legitimasi publik berupa sikap dan pengakuan peserta pemilu, masyarakat terhadap institusi penyelenggara pemilu dan keputusan-keputusan yang dibuatnya (Surbakti, 2015; 9). Kedua legitimasi ini merupakan modal bagi BPP dalam menyelenggarakan Pemilu agar tidak hanya menciptakan penyelenggaran pemilu yang demokratis tapi juga menjamin legitimasi hasil pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat.

Model Organisasi Penyelenggara Pemilu
Model BPP di setiap negara dihasilkan dari desain pemilu yang holistik, yang mana model tersebut berkaitan dengan sistem pemerintahan. Secara universal terdapat tiga model penyelenggara pemilu, yaitu Model Independen, Pemerintahan dan Campuran. Model BPP juga dipengaruhi oleh kondisi politik dan pilihan suatu negara yang berimplikasi kepada jaminan stabilitas politik suatu negara. Tidak ada jaminan pilihan model BPP berpengaruh terhadap legitimasi hasil pemilu, sebagian besar negara demokrasi di dunia menggunakan BPP dengan Model Independen dan sebagian BPP dengan model Pemerintah merupakan negara-negara yang mapan dalam berdemokrasi seperti di Eropa Tengah, Barat dan Amerika dengan tingkat kepercayaan yang tinggi kepada sistem yang berlaku.
Model Independen
Model Independen merupakan model dimana pemilu diselenggarakan oleh BPP yang secara institusi terpisah dari cabang pemerintahan eksekutif, dan memiliki wewenang pengaturan anggaran tersendiri. Dengan model ini, BPP tidak bertanggungjawab terhadap departemen atau kementerian tertentu dalam pemerintahan, akan tetapi bertanggungjawab langsung terhadap Parlemen dan Kepala Negara.
Contoh negara dengan Model BPP Independen diantaranya Armenia, Australia, Bosnia and Herzegovina, Burkina Faso, Kanada, Kosta Rica, Estonia, Georgia, India, Indonesia, Liberia, Mauritius, Nigeria, Polandia, Afrika Selatan, Thailand and Uruguay.
Model Pemerintahan
Model Pemerintahan ini merupakan model dimana pemilu diselenggarakan oleh cabang pemerintahan eksekutif melalui kementerian seperti kementerian dalam negeri atau melalui otoritas lokal. BPP dengan Model Pemerintahan berada di tingkat nasional, dipimpin oleh pegawai negeri sipil dan bertanggungjawab terhadap menteri. Anggaran dan keuangan BPP dengan model ini melekat kepada kementerian atau instansi yang menaunginya.
Di beberapa negara, termasuk Indonesia pada Pemilu Tahun 1999, Model Pemerintahan ini tidak hanya memasukkan unsur eksekutif, tapi juga melibatkan unsur legislatif yaitu perwakilan partai politik sebagai salah satu unsur dalam BPP, disamping unsur independen yang dipilih oleh pemerintah. Di Mesir, BPP terdiri dari para Hakim yang dipimpin oleh Hakim Pengadilan Banding sehingga seluruh BPP merupakan unsur Yudikatif.
Contoh negara dengan model BPP Pemerintahan diantaranya Denmark, Selandia Baru, Singapura, Swiss, Inggris (untuk pemilu bukan referendum) dan Amerika Serikat. Di Swedia, Swiss, Inggris dan Amerika pemilu dilaksanakan oleh otoritas lokal.
Model Campuran
Dalam Model BPP Campuran, biasanya terdapat dua komponen dalam BPP dan dua struktur yang eksis; pengambilan kebijakan, monitoring dan supervisi dilakukan oleh komponen BPP yang independen dan penyelenggara BPP dilakukan oleh lembaga/kementerian atau pemerintahan lokal. Dengan Model Campuran, Pemilu dilaksanakan oleh komponen BPP dari unsur pemerintah, dengan pengawasan dan supervisi dari unsur BPP independen. Model Campuran ini dipakai di Prancis, Jepang, Spanyol dan sebagian besar bekas koloni Prancis di Afrika seperti Mali, Senegal dan Togo.
Dengan Model Campuran terdapat permasalahan yaitu pembagian serta klasifikasi fungsi, kekuasaan dan kekuatan penyelenggara pemilu seringkali tidak jelas. Di sebagian tempat seperti Senegal, BPP Independen lemah dalam pengawasan dan kontrol, berbeda dengan BPP Independen di Madagaskar yang memiliki peran dan kekuatan dalam menjalankan fungsi kontrol.

Model apa yang diharapkan masyarakat kedepan?
Menurut Survei International IDEA tahun 2014 dengan melihat BPP di 217 negara dan teritori, terdapat 63 persen negara yang menggunakan model independen, 23 persen negara menggunakan Model Pemerintahan dan 12 persen menggunakan Model Campuran (2 persen sisanya adalah negara yang tidak menyelenggarakan pemilu di tingkat nasional) (Catt, 2014; 8).
Melihat dari kecendrungan peningkatan prosentasi BPP, terlihat bahwa trend perwujudan BPP dengan Model Independen terus meningkat, dalam Survei International IDEA pada Tahun 2006 baru terdapat 55 persen negara yang menggunakan model Independen (Wall, 2006; 8) namun dalam update Tahun 2014 terdapat kenaikan 8 persen menjadi 63 persen. Kecenderungan ini akan terus meningkat di masa yang akan datang dimana setiap negara demokrasi menginginkan BPP dengan institusi permanen independen.
Kornelis Lay sebagai dosen pengampu mata kuliah membuka pemikiran baru yang mendobrak pemikiran konvensional tentang pentingnya independensi, dalam diskusi kemudian muncullah pertanyaan mendasar, yaitu apakah independensi penting? Dan apakah negara yang menggunakan model independen sudah independen?
Kenyataannya meskipun mayoritas negara menggunakan model independen, namun tidak sedikit negara yang masih LeDuc (2010) sebagai Electoral Autocracy, dimana pemerintah masih dapat mengatur dan mempengaruhi BPP meskipun secara de jure dimasukkan ke dalam model independen, sebagaian negara tersebut menggunakan BPP Model Pemerintah atau Campuran. Terdapat 65 negara yang masuk kategori ini diantaranya adalah Afghanistan, Mesir, Malaysia. Atau termasuk ke dalam Electoral Democracy with Limited Political Right/Civil Liberties dimana masih ada perbedaan Hak Politik dan Kebebasan Sipil bagi warga negara dan BPP Independen digunaan sebagai penyelenggara administrasi pemilu. Terdapat 32 Negara yang masuk dalam kategori ini diantaranya adalah Kolombia, Ekuador, Philipina, Rusia dan Venezuela. Selain itu, ada 88 Negara yang dikategorikan sebagai Liberal Democracy dimana Pemilu sudah dapat menjadi alat yang efektif untuk menjamin hak politik dan kebebasan sipil, Indonesia termasuk dalam kategori ini.
Dalam konsep LeDuc, model BPP tidak menjadi jaminan kualitas dan produk pemilu, karena model demokrasi yang dikonsepkan selama ini merupakan unsur administrasi penyelenggara yang dibentuk entah oleh Pemerintah Eksekutf, Pemerintah Legislatif ataupun kombinasi keduanya yang menjadikan peluang intervensi dari pemangku kepentingan sangat besar. dua poin penting
Adapun dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1.      Tidak ada jaminan pilihan model BPP berpengaruh terhadap legitimasi hasil pemilu dan independensi penyelenggara, sebagian besar negara demokrasi di dunia menggunakan BPP dengan Model Independen dan sebagian BPP dengan model Pemerintah merupakan negara-negara yang mapan dalam berdemokrasi seperti di Eropa Tengah, Barat dan Amerika dengan tingkat kepercayaan yang tinggi kepada sistem yang berlaku.
2.      Terkait dengan model BPP, tidak ada format baku yang diterapkan secara internasional, namun bagaimanapun model dan bentuk BPP harusnya dapat menyelenggarakan organisasi dengan baik dan memenuhi kebutuhan penyelenggaran pemilu. Standar internasional yang diatur adalah asas pemilu, BPP yang dibentuk oleh suatu negara harus memenuhi standar tersebut agar dapat menyelenggarakan pemilu yang bebas dan berkeadilan.

Referensi
Aquinas, P. G. 2008. Organization Structure and Design, Aplication and Challenge, New Delhi: Excel Books
Catt, Helena et.all. 2014. Electoral Management Design: The International IDEA Handbook. Stockholm: International IDEA
LeDuc, Lawrence, Richard G. Niemi, Pippa Norris (eds), Comparing Democracies 3: Election and Voting in 21th Century. London: Sage Publication
Lopez-Pintor, Rafael. 2000: Electoral Management Bodies as Institution of Governance. UNDP
Schermerhon, John R et.all. 2002. Organizational Behaviour, 7th Edition. Arizona: University of Phoniex
Surbakti, Ramlan & Kris Nugroho. 2015. Studi tentang Desain Kelembagaan Pemilu yang Efektif. Jakarta: Partnership

WAHDI HAFIZY

Tidak ada komentar:

Posting Komentar