Makalah ini adalah bahan diskusi
kelas perkuliahan Organisasi dan Birokrasi Pemilu (29/02), yang membahas
tentang Model dan Struktur Penyelenggara Pemilu secara universal. Pertemuan tersebut merupakan awal dari
diskusi mahasiswa terkait dengan pengaruh model organisasi terhadap
independensi penyelenggara serta apakah independensi merupakan faktor yang
paling utama sebagai asas penyelenggara pemilu?. Materi ini dipresentasikan
oleh Wahdi Hafizy, salah satu “warga belajar” kelas TKP dengan pengampu kelas Cornelis
Lay dan Muhammad Najib.
Sebagai
sarana transisi demokrasi memerlukan institusi yang dapat mengelola dan menghantarkan
warga negara untuk dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan demokrasi di setiap
negara. Badan Penyelenggara Pemilu (Election Management Body) selanjutnya
disebut BPP, yang berintegritas, transparan dan profesional merupakan suatu
keniscayaan untuk mencapai tujuan demokrasi.
BPP
memerlukan setidaknya dua legitimasi. Pertama,
legitimasi konstitusional berupa regulasi/aturan yang mengatur kedudukan,
tugas, wewenang BPP secara jelas dalam Konstitusi dan Undang-Undang. Kedua, legitimasi publik berupa sikap dan pengakuan peserta pemilu,
masyarakat terhadap institusi penyelenggara pemilu dan keputusan-keputusan yang
dibuatnya (Surbakti, 2015; 9). Kedua legitimasi ini merupakan modal bagi BPP
dalam menyelenggarakan Pemilu agar tidak hanya menciptakan penyelenggaran
pemilu yang demokratis tapi juga menjamin legitimasi hasil pemilu sebagai
sarana kedaulatan rakyat.
Model
Organisasi Penyelenggara Pemilu
Model
BPP di setiap negara dihasilkan dari desain pemilu yang holistik, yang mana
model tersebut berkaitan dengan sistem pemerintahan. Secara universal terdapat
tiga model penyelenggara pemilu, yaitu Model
Independen, Pemerintahan dan Campuran. Model BPP juga dipengaruhi oleh
kondisi politik dan pilihan suatu negara yang berimplikasi kepada jaminan
stabilitas politik suatu negara. Tidak ada jaminan pilihan model BPP
berpengaruh terhadap legitimasi hasil pemilu, sebagian besar negara demokrasi
di dunia menggunakan BPP dengan Model Independen dan sebagian BPP dengan model
Pemerintah merupakan negara-negara yang mapan dalam berdemokrasi seperti di
Eropa Tengah, Barat dan Amerika dengan tingkat kepercayaan yang tinggi kepada
sistem yang berlaku.
Model Independen
Model
Independen merupakan model dimana pemilu diselenggarakan oleh BPP yang secara
institusi terpisah dari cabang pemerintahan eksekutif, dan memiliki wewenang
pengaturan anggaran tersendiri. Dengan model ini, BPP tidak bertanggungjawab
terhadap departemen atau kementerian tertentu dalam pemerintahan, akan tetapi
bertanggungjawab langsung terhadap Parlemen dan Kepala Negara.
Contoh
negara dengan Model BPP Independen diantaranya Armenia, Australia, Bosnia and
Herzegovina, Burkina Faso, Kanada, Kosta Rica, Estonia, Georgia, India,
Indonesia, Liberia, Mauritius, Nigeria, Polandia, Afrika Selatan, Thailand and
Uruguay.
Model
Pemerintahan
Model
Pemerintahan ini merupakan model dimana pemilu diselenggarakan oleh cabang
pemerintahan eksekutif melalui kementerian seperti kementerian dalam negeri
atau melalui otoritas lokal. BPP dengan Model Pemerintahan berada di tingkat
nasional, dipimpin oleh pegawai negeri sipil dan bertanggungjawab terhadap menteri.
Anggaran dan keuangan BPP dengan model ini melekat kepada kementerian atau
instansi yang menaunginya.
Di
beberapa negara, termasuk Indonesia pada Pemilu Tahun 1999, Model Pemerintahan
ini tidak hanya memasukkan unsur eksekutif, tapi juga melibatkan unsur
legislatif yaitu perwakilan partai politik sebagai salah satu unsur dalam BPP,
disamping unsur independen yang dipilih oleh pemerintah. Di Mesir, BPP terdiri
dari para Hakim yang dipimpin oleh Hakim Pengadilan Banding sehingga seluruh
BPP merupakan unsur Yudikatif.
Contoh
negara dengan model BPP Pemerintahan diantaranya Denmark, Selandia Baru,
Singapura, Swiss, Inggris (untuk pemilu bukan referendum) dan Amerika Serikat.
Di Swedia, Swiss, Inggris dan Amerika pemilu dilaksanakan oleh otoritas lokal.
Model Campuran
Dalam
Model BPP Campuran, biasanya terdapat dua komponen dalam BPP dan dua struktur
yang eksis; pengambilan kebijakan, monitoring dan supervisi dilakukan oleh
komponen BPP yang independen dan penyelenggara BPP dilakukan oleh
lembaga/kementerian atau pemerintahan lokal. Dengan Model Campuran, Pemilu
dilaksanakan oleh komponen BPP dari unsur pemerintah, dengan pengawasan dan
supervisi dari unsur BPP independen. Model Campuran ini dipakai di Prancis,
Jepang, Spanyol dan sebagian besar bekas koloni Prancis di Afrika seperti Mali,
Senegal dan Togo.
Dengan
Model Campuran terdapat permasalahan yaitu pembagian serta klasifikasi fungsi,
kekuasaan dan kekuatan penyelenggara pemilu seringkali tidak jelas. Di sebagian
tempat seperti Senegal, BPP Independen lemah dalam pengawasan dan kontrol,
berbeda dengan BPP Independen di Madagaskar yang memiliki peran dan kekuatan
dalam menjalankan fungsi kontrol.
Model apa yang
diharapkan masyarakat kedepan?
Menurut
Survei International IDEA tahun 2014 dengan melihat BPP di 217 negara dan
teritori, terdapat 63 persen negara yang menggunakan model independen, 23 persen
negara menggunakan Model Pemerintahan dan 12 persen menggunakan Model Campuran
(2 persen sisanya adalah negara yang tidak menyelenggarakan pemilu di tingkat
nasional) (Catt, 2014; 8).
Melihat
dari kecendrungan peningkatan prosentasi BPP, terlihat bahwa trend perwujudan
BPP dengan Model Independen terus meningkat, dalam Survei International IDEA pada
Tahun 2006 baru terdapat 55 persen negara yang menggunakan model Independen
(Wall, 2006; 8) namun dalam update Tahun 2014 terdapat kenaikan 8 persen
menjadi 63 persen. Kecenderungan ini akan terus meningkat di masa yang akan
datang dimana setiap negara demokrasi menginginkan BPP dengan institusi
permanen independen.
Kornelis
Lay sebagai dosen pengampu mata kuliah membuka pemikiran baru yang mendobrak
pemikiran konvensional tentang pentingnya independensi, dalam diskusi kemudian
muncullah pertanyaan mendasar, yaitu apakah independensi penting? Dan apakah
negara yang menggunakan model independen sudah independen?
Kenyataannya
meskipun mayoritas negara menggunakan model independen, namun tidak sedikit
negara yang masih LeDuc (2010) sebagai Electoral Autocracy, dimana
pemerintah masih dapat mengatur dan mempengaruhi BPP meskipun secara de jure dimasukkan
ke dalam model independen, sebagaian negara tersebut menggunakan BPP Model
Pemerintah atau Campuran. Terdapat 65 negara yang masuk kategori ini
diantaranya adalah Afghanistan, Mesir, Malaysia. Atau termasuk ke dalam Electoral
Democracy with Limited Political Right/Civil Liberties dimana masih ada
perbedaan Hak Politik dan Kebebasan Sipil bagi warga negara dan BPP Independen
digunaan sebagai penyelenggara administrasi pemilu. Terdapat 32 Negara yang
masuk dalam kategori ini diantaranya adalah Kolombia, Ekuador, Philipina, Rusia
dan Venezuela. Selain itu, ada 88 Negara yang dikategorikan sebagai Liberal
Democracy dimana Pemilu sudah dapat menjadi alat yang efektif untuk
menjamin hak politik dan kebebasan sipil, Indonesia termasuk dalam kategori
ini.
Dalam
konsep LeDuc, model BPP tidak menjadi jaminan kualitas dan produk pemilu,
karena model demokrasi yang dikonsepkan selama ini merupakan unsur administrasi
penyelenggara yang dibentuk entah oleh Pemerintah Eksekutf, Pemerintah
Legislatif ataupun kombinasi keduanya yang menjadikan peluang intervensi dari
pemangku kepentingan sangat besar. dua poin penting
Adapun
dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1.
Tidak ada jaminan pilihan model BPP berpengaruh terhadap legitimasi
hasil pemilu dan independensi penyelenggara, sebagian besar negara demokrasi di
dunia menggunakan BPP dengan Model Independen dan sebagian BPP dengan model
Pemerintah merupakan negara-negara yang mapan dalam berdemokrasi seperti di
Eropa Tengah, Barat dan Amerika dengan tingkat kepercayaan yang tinggi kepada
sistem yang berlaku.
2.
Terkait dengan model BPP, tidak ada format baku yang diterapkan
secara internasional, namun bagaimanapun model dan bentuk BPP harusnya dapat
menyelenggarakan organisasi dengan baik dan memenuhi kebutuhan penyelenggaran
pemilu. Standar internasional yang diatur adalah asas pemilu, BPP yang dibentuk
oleh suatu negara harus memenuhi standar tersebut agar dapat menyelenggarakan
pemilu yang bebas dan berkeadilan.
Referensi
Aquinas, P. G. 2008. Organization
Structure and Design, Aplication and Challenge, New Delhi: Excel Books
Catt, Helena et.all. 2014.
Electoral Management Design: The International IDEA Handbook. Stockholm:
International IDEA
LeDuc, Lawrence, Richard G. Niemi, Pippa Norris (eds), Comparing Democracies 3: Election and Voting in 21th Century. London:
Sage Publication
Lopez-Pintor, Rafael. 2000: Electoral
Management Bodies as Institution of Governance. UNDP
Schermerhon, John R et.all. 2002. Organizational Behaviour, 7th Edition. Arizona: University of
Phoniex
Surbakti, Ramlan & Kris Nugroho. 2015. Studi tentang Desain Kelembagaan Pemilu yang Efektif. Jakarta: Partnership
WAHDI HAFIZY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar