Review William Reno “Chapter I Informal markets and The
Shadow State: Some Theoritical Issues”. In William Reno. 1995. Corruption and State Politics in Sierra Leone.
Cambridge University Press: Cambridge.
Karya William Reno ini memberikan gambaran penting tentang
paradoks di negara-negara yang kaya akan sumber daya alam tetapi kesejahteraan
masyarakatnya masih absen. Melalui karya ini William Reno memberikan penjelasan
tentang kondisi sosial-politik dan dinamika kekuasaan di Sierra Leone, salah
satu negara penghasil berlian di Afrika. Kasus Sierra Lione memberikan salah
satu penjelasan menarik betapa sumber daya alam yang besar, di kelola oleh
segelintir orang di dalam tata kelola negara yang amburadul. Hasilnya adalah sebuah paradoks. Kekayaan alam yang besar menjadi kutukan bagi rakyatnya, natural resources curse. Akses
pengelolaan pertambangan berlian yang
semestinya menjadi bagian dari tugas struktur-struktur formal negara, tetapi
malah digantikan oleh struktur informal di luar negara. Kondsi inilah yang
dilabeli Reno sebagai “negara bayangan” (shadow
state). Reno menuliskan :
“...elsewhere i call this shadow state, a very
real, but not formally recognized, patronage system that was rigidly organized
and centered on rules control over resources” (Reno, 1995: 2)
Reno lebih lanjut menilai bahwa tumbuh-suburnya “negara
bayangan” ini sebagai akibat dari pelapukan fungsi struktur-struktur formal
negara yang akut, sehingga dengan kondisi itu dengan leluasa intitusi-institusi
informal dengan mudah mengambil alih fungsi struktur formal. Celakanya,
pengaturan oleh negara bayangan ini bukan untuk menggantikan struktur formal
negara dalam menjalankan tugas menciptakan kesejahteraan, tetapi sebaliknya
menjadi predator dan pemburu rente atas hasil sumber daya negara. Kondisi inilah
yang dipaparkan Reno dalam karyanya itu.
Dalam menjabarkan cara bekerjanya “negara bayangan” bayangan
ini Reno melihatnya dalam dua pendekatan, yaitu pendekatan state-centered dan society-centered.
Pendekatan pertama mencoba melihat bahwa kondisi munculnya “negara bayangan”
sebagai akibat dari tidak berfungsinya struktur pemerintahan “resmi”. Kondisi
itu kemudian diberi label negara lemah (weak
state). Pandangan ini menggambarkan kondisi institusi-institusi negara yang
tidak dapat mengeluarkan kebijakan publik yang bagus (bad policy), sehingga tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah
yang dihadapi. Pelapukan fungsi negara tersebut dikarenakan terjadi pembusukan
dalam organisasi birokrasi itu sendiri. Jaringan klientelisme yang predatoris
dengan memanfaatkan sumber daya negara untuk diri mereka sendiri inilah yang
semakin memperparah kondisi struktur resmi negara. Dalam situasi itu, kehadiran
lembaga-lembaga donor internasional, seperti Wolrd Bank dan IMF justru semakin
memperparah kondisi. Sebab mereka tidak melihat “penyakit” sesungguhnya, yaitu
pada relasi kekuasaan yang predatoris. Akibatnya manakala mereka memberikan
“resep obat” melalaui serangkaian reformasi kelembagaan tidak menyelesaikan
akar masalahnya.
Kedua, pendekatan society-centered. Melalui pendekatan ini
Reno melihat bahwa semakin otonomnya pasar informal dalam menjalankan
aktifitas-aktifitas ekonomi. Sudah dapat ditebak apa yang terjadi jika pasar
dibiarkan mengatur dirinya sendiri. Yang terjadi adalah demi pengejaran
keuntungan sebesar-besarnya, maka aktor-aktor di dalamnya melakukan
transaksi-transaksi ekonomi yang illegal. Mereka berusaha untuk survive dengan
keuntungannya masing-masing. Demi mendapatkan keuntungan, tak jarang
hasil-hasil yang didapat dari akifitas pertambangan di ekspor ke luar negeri
tanpa adanya intervensi negara melalui pajak dan bea. Hal ini selain karena
lemahnya fungsi negara, juga terjadi “kong-kalikong” dengan aparat birokrasi
negara. Pengaturan-pengaturan inilah yang semakin menguatkan akan kehadiran
“negara bayangan” di Sierra Lione.
Dengan demikian, tulisan Reno dapat disimpulkan sebagai
ketidakberdayaan negara dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Ketidakberdayaan
itu sendiri karena fungsinya sengaja dilucuti oleh aktor-aktor negara itu
sendiri melalui pembusukan birokrasi dan korupsi. Di tambah lagi dengan semakin
“ganasnya” pengaturan aktifitas-aktifitas ekonomi melalui pasar informal yang
telah mengarah kepada transaksi yang illegal dengan “izin” negara. Yang terjadi
di Sierra Lione adalah presiden yang korup, dimana manakala investor datang
untuk menanamkan investasinya dalam pertambangan berlian justru tidak
disalurkan dalam pengaturan yang resmi, tetapi malah diatur melalui institusi
yang informal, suatu “negara bayangan”.
“Shadow State” dan Korupsi di
Indonesia
Melalui penjelasan dan operasionalisasi argumen “negara
bayangan” di Sierra Lione, Reno memberikan pijakan akademik yang sangat kuat
tentang kajian korupsi di negara-negara yang kaya akan sumber daya alam,
termasuk Indonesia, negara dengan sumber daya alam yang berkelimpahan. Konsep
“negara bayangan” Reno sangat relevan untuk dipungut menjadi konsep penjelas
muncul dan berkembangnya korupsi di Indonesia.
Salah satu yang muncul menjadi bahasan akademik yang menarik
adalah tumpang tindihnya antara pemerintahan formal dan informal di tingkat
lokal di Banten, salah satu provinsi hasil pemekaran pertama pasca Orde Baru. Disana
muncul pengaturan yang melibatkan aktor non-negara dalam pengambilan kebijakan
publik, dimana output kebijakan yang
seharusnya bermuara pada pelayanan publik, tetapi yang terjadi adalah
pengaturan societal actor (dalam hal
ini jawara-pengusaha) dengan state actor (penyelenggara negara) untuk
kepentingan diri mereka sendiri. Elit masyarakat ini justru lebih banyak
mengintervensi aneka kebijakan publik untuk kepentingannya sendiri. Mereka
mengembangkan mekanisme jaringan informal antara state actor dan non-state
actor untuk mengeruk sumber daya ekonomi dan politik negara. Pola ini
disebut “shadow state”, dimana kaburnya pengaturan-pengaturan formal dan
informal serta aktor non-negara mengintervensi proses kebijakan publik untuk
diri mereka sendiri (Hidayat, 2007). Alih-alih koordinasi antara aktor
negara-non negara dibingkai oleh apa yang “good
governance” yang muranya adalah kebaikan bersama, tetapi yang terjadi
adalah “negara bayangan” yang dengannya urusan publik diatur sedemikian rupa
oleh para elit. Semua itu beriringan dengan masih lemahnya institusi negara,
sehingga institusi informal berkelindan dengan institusi formal tetapi
menghasilkan pola yang bukan malah saling melengkapi untuk kebaikan publik,
tetapi malah pola yang substitusi (institusi formal digantikan oleh institusi
informal). Saling pengaruh tersebut sayangnya berjalan dalam proses yang kedap
terhadap partisipasi dan miskin akuntabilitas.
Temuan-temuan penting Hidayat yang telah tekun meneliti
perkembangan “negara bayangan” di Banten terkonfirmasi dengan penetapan
tersangka Ratu Atut Choisiyah, penerus generasi jawaran-pengusaha di Banten.
Atut ditetapkan sebagai tersangka karena berusaha untuk menyuap hakim
konstitusi dalam penyelesaian perkara Pilkada untuk memenangkan salah satu
kroninya.
Celakanya, pola-pola semacam itu tidak hanya terjadi di
Banten, tetapi juga banyak terjadi di tempat lain ketika model governance diterapkan (Nordholt dan
Klinken: 2007). Inilah paradoks yang terjadi di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Syarif. 2007. “Shadow
State...? Bisnis dan Politik di Provinsi Banten”. Dalam Henk Schulte Nordholt dan
Gerry van Klinken. Politik Lokal di
Indonesia. KITLV-Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.
Nordholt, Henk Schulte dan Gerry van
Klinken. 2007. Politik Lokal di Indonesia.
KITLV-Yayasan Obor Indonesia: Jakarta
Reno,
William. Corruption and State Politics in
Sierra Leone. Cambridge University Press.
Disusun oleh SUBHAN PURNO AJI sebagai tugas matakuliah Kajian Politik Indonesia Oktober 2015